Sehidup atau sekhas apa pun gagasan, ia bisa mati bersama penggagasnya, tidak pernah atau tidak lagi berguna bagi sesamanya. Ini terjadi kalau gagasan tidak dituangkan dalam tulisan – media perantara yang paling umum dan efektif — untuk diwariskan kepada orang-orang yang masih hidup.Samuel Tumanggor. Kuat Kuasa Tulisan, 2007
TIDAK jarang kita mendengar telur gagasan keluar dari pemikiran rekan kita. Bahkan, tidak jarang juga kita menelurkan gagasan itu dari otak kita sendiri. Kita merasa gagasan yang dihasilkan akan sangat berguna apabila dilakukan. Namun, seringkali gagasan itu pecah ataupun membusuk sebelum sempat ditetaskan. Ternyata menetaskan gagasan tidak segampang menelurkannya. Melakukan sebuah gagasan tidak semudah merencanakannya. Banyak tantangan dari luar ataupun dalam diri sang penggagas yang menghambat bertumbuhnya telur gagasan menjadi anak. Saya akan menuliskan beberapa di antaranya.
Salah satu penghambat keluarnya telur gagasan adalah rasa minder/rendah diri. Kita menganggap gagasan kita tidak berguna/bermutu. Kita merasa gagasan orang lain lebih baik dan lebih hebat. Kemudian, kita menahan keinginan diri untuk menelurkan gagasan yang mungkin saja brilian. Akhirnya, kemandulan berpikir pun menghampiri otak kita, sang pengagas.
Terkadang telur gagasan sudah berhasil keluar dari pemikiran kita. Namun, kesibukan menunda keinginan kita untuk mengerami telur gagasan. Ada kalanya kita berpikir gagasan yang kita rancang terlalu sulit untuk dilakukan saat ini. Kita merasa diri kita masih terlalu muda dan "belum cukup umur" dengan gagasan kita. Akhirnya, gagasan itu pun membusuk ataupun habis dilahap waktu sebelum sempat menetas. Gagasan itu batal lahir menyatakan kegunaannya di tengah sesama.
Tantangan terakhir yang menghambat bertumbuhnya gagasan adalah orang lain. Kebanyakan orang masih sering menilai terlebih dahulu siapa sang penggagas sebelum menilai gagasannya. Kita mengenalnya dengan istilah ad hominem. Kualitas sang penggagas dilihat dari apa yang telah dilakukannya, apa pekerjaannya, tingkat pendidikannya, ataupun bagaimana hidupnya. Penilaian ini tidak salah. Kita memang harus mengetahui tidak hanya gagasan, tapi juga siapa sang penggagasnya. Namun, terkadang hal ini juga yang mematikan sang penggagas serta gagasannya. Tak jarang penggagas dianggap belum layak mengeluarkan gagasannya karena masih muda, tidak punya pengalaman, dan lainnya. Tekanan ini membuat kita takut menetaskan gagasan yang telah matang diolah di alam pikiran kita. Perubahan yang mungkin terjadi pun batal untuk terjadi.
Gagasan akan tinggal gagasan apabila tidak ditelurkan dan ditetaskan. Dia tidak akan pernah menunjukkan kegunaannya bila tidak dituangkan dalam karya nyata. Waktu terus berjalan, kita akan semakin tua, gagasan dalam benak kita juga akan hilang lenyap kala jiwa kita tiada. Gagasan itu, yang mungkin bisa berguna bagi sesama, tidak pernah lahir di dunia yang membutuhkannya. Bagi saya pribadi, adalah sebuah kesalahan kalau tidak bisa dibilang dosa, ketika kita batal melahirkan benih gagasan yang telah ditabur Sang Khalik dalam alam pikiran kita.
Memang, banyak tantangan yang harus dihadapi sang penggagas dan telur gagasannya. Namun, tantangan itu seharusnya tidak membuat sang penggagas mandul dan berhenti berpikir. Kita harus berani untuk menjadi penghasil telur gagasan. Buku Max Havelaar tidak akan pernah mengguncang Eropa dan menyatakan kelamnya kehidupan di Hindia Belanda apabila penulisnya, sang penggagas Douwes Dekker tidak berani menelurkan gagasannya. Begitu juga Indonesia mungkin tidak akan merdeka tanggal 17 Agustus 1945 apabila pemuda Indonesia kala itu tidak berani melakukan gagasan yang telah mereka rancang selama bertahun-tahun. Demikianlah dari masa ke masa sejarah telah menjadi saksi perubahan yang dilakukan para penggagas yang berani menetaskan telur gagasannya.
Kita suatu saat akan mati. Sang penggagas suatu saat akan tiada. Namun, gagasan dapat terus hidup apabila berhasil ditelurkan dan ditetaskan; dituangkan dalam berbagai media perantaranya. Gagasan dari sang penggagas akan terus hidup dalam diri dan karya para pewarisnya. Marilah para pemuda Indonesia, di tahun 2012 yang baru ini, kita semakin bersemangat menjadi sang penggagas, yang siap berpikir bagi Indonesia, dan juga melakukan perubahan bagi bangsa. Bangkit pemuda Indonesia!